Minggu, 18 September 2011

asal usul pulau untung kepulauan seribu

Pulau Untung Jawa merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Adm. Kepulauan Seribu provinsi DKI Jakarta. Kelurahan ini terletak di gugusan Kepulauan Seribu.

Di usianya sang cukup tua (sekitar 6 generasi), Pulau Untung Jawa menyimpan "sekelumit sejarah" seputar pemerintahan Hindia Belanda dan Jepang. Saat Indonesia dikuasai Oleh Hindia Belanda, ternyata pulau-pulau di wilayah Kelurahan Pulau Untung Jawa sudah dikuasai oleh orang-orang pribumi yang berasal dari daratan Pulau Jawa. Sejak tahun 1920-an wilayah ini dipimpin oleh seseorang yang biasa dipanggil dengan sebutan 'Bek' (Lurah-red) Fi'i dan Bek Kasim, yang berdomisili di Pulau Kherkof dan memimpin beberapa pulau.

Penguasaan Belanda menjadikan nama-nama pulau yang ada dikepulauan seribu sekarang yang kita kenal berbau Belanda, kemudian pasca kemerdekaan RI nama nama tersebut telah diubah. beberapa nama pulau yang diganti adalah sebagai berikut :

    Pulau Amiterdam menjadi Pulau Untung Jawa.
    Pulau Middbur menjadi Pulau Rambut (suaka margasatwa).
    Pulau Rotterdam menjadi Pulau Ubi Besar.
    Pulau Sehiedam menjadi Pulau Ubi Kecil.
    Pulau Purmerend menjadi Pulau Sakit kemudian diubah kembali menjadi Pulau Bidadari.
    Pulau Kherkof menjadi Pulau Kelor.
    Pulau Kuiper menjadi Pulau Cipir/Khayangan.
    Pulau Kapal/Pulau Sibuk menjadi Pulau Onrust.


Sekitar tahun 1930-an, karena kondisi daratan pulau yang abrasi (terkikis oleh air laut), Bek Marah (nama Lurah tersebut) menganjurkan rakyatnya yang tinggal di Pulau Kherkof untuk pindah ke Pulau Amiterdam (Untung Jawa).

Perjalanan dengan kapal layar sampailah di Pulau Amiterdam, dan penduduk asli pulau menerima dengan tangan terbuka. Nama asli penduduk Amiterdam tersebut antara lain Cule, Kemple, Derahman, Derahim, Selihun, Sa'adi, Saemin dll, mereka menganjurkan agar segera memilih lahan untuk langsung 'digarap'. Akhirnya Pulau Amiterdam berganti nama menjadi "Pulau Untung Jawa" yang berarti keberuntungan bagi orang orang dari daratan Pulau Jawa saat itu.

Berakhirnya nama Amiterdam dan berakhir pula pulau kepemimpinan Bek Marah yang kemudian digantikan oleh Bek Midih dengan masa jabatan selama kurang lebih 10 tahun, lalu dilanjutkan kembali oleh Bek Markasan kemudian Bek Saenan.


Sekitar tahun 1940-an tibalah kemalangan bagi penduduk Pulau Untung Jawa yakni datangnya serangan nyamuk besar-besaran, karena tak tahan dengan penderitaan rakyatnya, Bek Saenan menyarankan untuk bermukim ke Pulau Ubi Besar. Namun kiranya penderitaan seakan tiada pernah ada hentinya. Untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari hari yang biasa mereka dapat dari Pasar Ikan Sunda Kelapa menjadi sangat sulit. Ini diakibatkan oleh penjajahan Nippon (Jepang) saat itu.

Tahun 1945 perubahan besar terjadi diseluruh pelosok Nusantra karena Indonesia telah merdeka dari belenggu penjajah. Perubahan inipun dirasakan oleh masyarakat kepulauan seribu pada umumnya. Antara lain kata 'Bek' berubah menjadi Lurah begitu juga dengan kepemimpinannya.

Pemerintahan bukan lagi Hindia Belanda atau Jepang, melainkan Pemerintahan Indonesia. Berubahnya mekanisme kepemerintahan, Bek Saenan pun digantikan oleh Lurah pertama yaitu Lurah Maesan.

Hari berganti hari, bulanpun demikian, tanpa disadari Pulau Ubi Besar tak luput dari abrasi. Atas prakarsa Lurah Maesan dengan persetujuan pemerintah mereka hijrah yang kedua kalinya ke Pulau Untung Jawa.


Pada 13 Februari 1954, Lurah bersama penduduk berinisiatif mendirikan tugu peringatan kepindahan yang terletak di tengah tengah pulau tersebut. Mulai saat itu semakin banyak kemajuan yang dirasakan masyarakat Pulau Untung Jawa dan pemerintah DKI tidak tinggal diam memperhatikan kemajuannya.

Lama sudah kepemimpinan Lurah Maesan dan kemudian dilanjutkan oleh lurah-lurah lainnya. Nama-nama lurah yang memimpin di Pulau Untung Jawa sampai dengan sekarang ini adalah : Maesan, Muran, Asmawi, Marzuki, Safi'i, Abdul Manaf, Machbub Sanadi, Haman Sudjana, Ambas, Slamet Riyadi S.sos, Agus Irwanto dan Eko Suroyo, S.Sos., M.Si.

Pemerintah dengan segala daya upaya yang didukung oleh masyarakat terus meningkatkan pembangunan dan taraf kehidupan. Dan akhirnya mulai tahun 2002 Pulau Untung Jawa dicanangkan sebagai Desa Wisata Nelayan.